Jakarta - Polemik internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kembali mencuat setelah Syuriyah PBNU memutuskan memberhentikan KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya dari jabatan Ketua Umum. Selain perbedaan pandangan dalam tubuh organisasi, sorotan publik kini tertuju pada dugaan ketidakwajaran pengelolaan keuangan, termasuk aliran dana sebesar Rp100 miliar.

Latar Belakang Polemik dan Keputusan Syuriyah PBNU

Keputusan pemberhentian Gus Yahya diambil melalui mekanisme organisasi berdasarkan Peraturan Perkumpulan NU No. 13 Tahun 2025. Langkah ini disebut berkaitan dengan isu etik dan tata kelola lembaga, serta respons terhadap sejumlah pernyataan publik yang dianggap menimbulkan kegaduhan internal.

Di tengah kontroversi tersebut, muncul pula isu transparansi keuangan PBNU. Sebuah dokumen audit internal mengungkap adanya aliran dana dalam jumlah besar pada 2022, menjelang peringatan satu abad NU.

Temuan Audit Internal PBNU Terkait Dana Rp100 Miliar

Audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Gatot Permadi, Azwir, dan Abimail (GPAA) mencatat adanya transaksi masuk sebesar Rp100 miliar ke rekening Mandiri PBNU pada 20–21 Juni 2022. Dana tersebut disebut berasal dari Bendahara Umum PBNU saat itu, Mardani Maming.

Transaksi dilakukan dalam empat tahap, masing-masing sebesar Rp20 miliar, Rp30 miliar, Rp35 miliar, dan Rp15 miliar. Dana tersebut diadministrasikan untuk mendukung kegiatan peringatan 100 Tahun NU serta kebutuhan operasional organisasi.

Namun, sorotan publik meningkat karena transaksi itu terjadi hanya satu hari sebelum Maming ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap sektor pertambangan.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pihaknya akan mempelajari dokumen audit PBNU untuk menilai apakah terdapat unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menegaskan pentingnya penelusuran asal-usul dana tersebut. Ia mempertanyakan apakah dana itu berasal dari aktivitas usaha yang sah atau terkait dengan kasus hukum Maming. “Penelusuran aliran dana mutlak diperlukan demi memastikan transparansi,” ujarnya, (8/12).

Di sisi lain, beberapa auditor internal PBNU dikabarkan mengundurkan diri, memunculkan pertanyaan baru terkait tata kelola lembaga.

Sebagian dari dana Rp100 miliar itu tercatat digunakan untuk operasional, termasuk pembayaran sebesar Rp10,58 miliar ke rekening Abdul Hakam, Sekretaris LPBHNU, yang saat itu tengah menyiapkan tim kuasa hukum untuk Maming.

Pihak Gus Yahya menyatakan siap menghadapi proses hukum dan menegaskan bahwa seluruh kegiatan organisasi telah dijalankan sesuai prosedur internal. Meski demikian, kerancuan dalam laporan keuangan tetap menjadi pemicu utama polemik yang terjadi.

Di berbagai media online, kata kunci “Dana 100 Miliar PBNU” menjadi salah satu topik yang paling banyak dicari. Sementara itu, di media sosial, tagar “TPPU 100 Miliar” ramai diperbincangkan setelah dokumen audit tersebar luas dan menarik perhatian publik.

Pakar tata kelola organisasi menilai bahwa polemik ini seharusnya menjadi momentum bagi PBNU untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan, mengingat besarnya tanggung jawab sosial dan moral yang diemban organisasi keagamaan ini.*