JAKARTA - Wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, kembali mencuat setelah dua lembaga survei, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dan Kedai Kopi, merilis temuan terbaru yang menunjukkan kuatnya dukungan publik terhadap sosok tersebut.
Hasil survei nasional LSI Denny JA pada Oktober 2025 terhadap 1.200 responden di seluruh provinsi mencatat bahwa Soeharto menjadi presiden paling disukai masyarakat saat ini, dengan tingkat kesukaan mencapai 29 persen. Ia berada di atas Presiden Joko Widodo yang memperoleh 26,6 persen, serta Soekarno dengan 15,1 persen.
Adapun Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendapatkan dukungan 14,2 persen, disusul Gus Dur dan B.J. Habibie masing-masing 5 persen. Sementara itu, Megawati Soekarnoputri hanya meraih 1,2 persen, dan 3,9 persen responden memilih tidak menjawab.
Denny JA menyatakan bahwa data tersebut telah diverifikasi dan mencerminkan kondisi perasaan publik terhadap para presiden Indonesia. Ia menilai tingginya nostalgia publik terhadap Soeharto dapat dijelaskan lewat konsep psikologis rosy retrospection bias, yakni kecenderungan manusia mengingat masa lalu lebih indah dibanding kenyataan pada masanya.
Selain itu, survei Kedai Kopi pada 5–7 November 2025 menunjukkan 80,7 persen masyarakat setuju Soeharto dianugerahi gelar pahlawan nasional. Sebanyak 15,7 persen menolak, dan 3,6 persen mengaku tidak tahu.
Analis politik Hendri Satrio (Hensat) menambahkan bahwa dukungan kuat terhadap Soeharto umumnya terkait persepsi keberhasilannya dalam pembangunan nasional. Ia menyebut mayoritas responden menilai Soeharto berjasa dalam mencapai swasembada pangan, pembangunan infrastruktur, serta penyediaan sekolah dan sembako dengan harga terjangkau. Sebagian lainnya menilai era Orde Baru identik dengan stabilitas politik yang dianggap memberikan rasa aman bagi masyarakat.
Menguatnya sentimen positif publik ini kembali membuka perdebatan mengenai kelayakan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto, sebuah wacana yang terus berulang seiring perubahan persepsi masyarakat terhadap sejarah kepemimpinan Indonesia.*



