Jakarta – Pemerintah tengah mengupayakan pendekatan baru dalam merumuskan formula Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan secara aktif. Menteri Ketenagakerjaan RI membuka ruang dialog bersama serikat pekerja dan perwakilan pengusaha guna menyerap aspirasi dan menyusun kebijakan pengupahan yang lebih inklusif.
Langkah ini tercermin dari pertemuan antara Menaker dan sejumlah organisasi buruh seperti Konfederasi Buruh Merdeka Indonesia (KBMI) serta Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia. Diskusi terbuka juga digelar bersama kalangan pengusaha sebagai bagian dari forum tripartit.
Aspirasi Buruh Disalurkan Lewat Jalur Musyawarah
Rencana aksi massa yang semula dijadwalkan pada 24 November 2025 akhirnya ditangguhkan. Keputusan ini diambil agar fokus beralih pada proses dialog formal antara pemerintah, pekerja, dan pengusaha. Forum tripartit kini tengah menyusun regulasi baru yang mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/2023.
Formula pengupahan yang sedang dibahas mencakup tiga elemen utama: inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kontribusi tenaga kerja yang diwakili oleh faktor alfa. Pemerintah menegaskan bahwa faktor alfa tidak akan dijadikan pengali, melainkan sebagai penimbang, guna menjaga keseimbangan antara kepentingan buruh dan dunia usaha.
Sekretaris Jenderal DPP KBMI, Andi Corawali Makmur, menyambut baik sikap Menaker yang menegaskan posisi faktor alfa dalam formula baru. Ia menilai hal ini sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak buruh dan mencerminkan komitmen pemerintah dalam menciptakan sistem pengupahan yang adil dan transparan.
Nina Sapti Triaswati, ekonom dari Universitas Indonesia, mengingatkan pentingnya pendekatan berbasis data dalam implementasi formula UMP. Ia menekankan bahwa setiap daerah memiliki karakteristik ekonomi yang berbeda, sehingga penyesuaian terhadap faktor alfa dan indikator lainnya menjadi krusial agar kebijakan tetap relevan dan berkeadilan.
Upaya pemerintah mendorong dialog tripartit dipandang sebagai langkah strategis untuk merumuskan kebijakan pengupahan yang tidak hanya responsif terhadap dinamika ekonomi, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan usaha. Dengan mengedepankan musyawarah, diharapkan tercipta solusi pengupahan yang mampu menjawab tantangan ketenagakerjaan secara menyeluruh.*



