Jakarta - Gelombang aspirasi buruh kembali menggema. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengumumkan aksi nasional serentak yang akan digelar pada Senin, 24 November 2025. Aksi ini merupakan bagian dari gerakan lanjutan yang mengusung dua tuntutan utama: penghapusan sistem outsourcing dan penolakan terhadap kebijakan upah murah, yang disingkat menjadi HOSTUM.


Ribuan pekerja dari berbagai daerah dijadwalkan turun ke jalan, dengan titik kumpul utama di Gedung DPR dan Istana Negara. KSPI menekankan bahwa aksi ini akan berlangsung secara damai dan konstitusional, sebagai bentuk penyampaian aspirasi yang sah dan bertanggung jawab.


Peserta aksi diimbau mengenakan atribut organisasi masing-masing serta membawa alat peraga seperti spanduk dan bendera Partai Buruh. Langkah ini diambil untuk menjaga identitas massa aksi dan mencegah potensi penyusupan pihak-pihak yang ingin memicu kericuhan.


Sementara itu, pemerintah tengah merampungkan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/2023. Putusan tersebut merupakan hasil dari permohonan sejumlah federasi serikat buruh, termasuk FSPMI, KSPSI, dan KPBI, yang menuntut perbaikan regulasi ketenagakerjaan.


PP baru ini diharapkan mampu menjawab kebutuhan akan keseimbangan antara kepentingan pekerja dan pengusaha. Selain memberikan kepastian hukum, regulasi tersebut juga ditujukan untuk memperkuat perlindungan terhadap tenaga kerja di tengah dinamika ekonomi yang terus berubah.


Ketua Umum KSPI, Said Iqbal, menegaskan bahwa aksi ini adalah bentuk perjuangan yang sah dan harus dijalankan dengan tertib. Ia mengajak seluruh peserta untuk menjaga ketenangan dan menjadikan aksi sebagai cerminan kedewasaan gerakan buruh dalam menyuarakan hak-haknya.


Pengamat ketenagakerjaan menilai bahwa aksi damai yang terorganisir menunjukkan kemajuan dalam pola advokasi buruh di Indonesia. Pendekatan dialogis seperti ini dinilai penting untuk mendorong lahirnya kebijakan ketenagakerjaan yang lebih adil dan berkelanjutan.


Aksi nasional pada 24 November menjadi titik temu antara aspirasi pekerja dan upaya pemerintah dalam menyusun regulasi yang lebih berpihak. Di tengah proses finalisasi PP ketenagakerjaan, momen ini menjadi krusial untuk memastikan bahwa suara buruh turut mewarnai arah kebijakan ketenagakerjaan nasional.*