JAKARTA - Perubahan pola mobilitas masyarakat pada tahun 2025 menunjukkan bahwa warga semakin memilih transportasi publik bukan hanya karena faktor biaya, tetapi sebagai bagian dari gaya hidup baru yang lebih praktis dan efisien. Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada 5 November 2025 memperlihatkan peningkatan mobilitas nasional pada kuartal III 2025, meskipun penjualan kendaraan pribadi mengalami penurunan.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud, menjelaskan bahwa aktivitas perjalanan masyarakat justru meningkat. Wisatawan nusantara tumbuh 21,84 persen secara tahunan, sementara pengguna angkutan laut meningkat 12,97 persen. Menurut Edy, hal ini menggambarkan perubahan preferensi masyarakat yang mulai meninggalkan ketergantungan pada kendaraan pribadi.
Berdasarkan data Gaikindo, penjualan mobil wholesales sepanjang Januari hingga September 2025 turun 11,3 persen, sedangkan penjualan ritel turun 10,9 persen. Namun, penurunan tersebut tidak menekan pergerakan ekonomi maupun aktivitas harian masyarakat. Sebaliknya, mobilitas tetap dinamis. Hal ini diperkuat oleh data mobile positioning (MPD) dari operator seluler yang menunjukkan peningkatan perjalanan untuk bekerja, berwisata, hingga aktivitas belanja.
Banyak warga menganggap transportasi publik kini lebih relevan dengan ritme kehidupan perkotaan. Selain tarif yang terjangkau, armada yang lebih terawat serta jadwal yang lebih pasti menjadi faktor pendukung. Ria, karyawan di Jakarta, mengaku lebih sering menggunakan transportasi umum ketimbang mobil pribadi. Ia merasa perjalanan menjadi lebih ringan, tanpa beban parkir dan kemacetan panjang.
Tokoh masyarakat, Budi Santoso, menilai perubahan ini bukan sekadar respons terhadap fasilitas yang membaik, tetapi juga pergeseran pola pikir. “Masyarakat mulai sadar bahwa hidup di kota besar perlu adaptasi. Transportasi publik memberi ruang untuk bergerak lebih cepat tanpa membuang banyak waktu,” ujarnya.
Pemerintah sendiri terus memperluas integrasi moda transportasi seperti MRT, LRT, dan bus listrik, yang tidak hanya mengurangi emisi karbon tetapi juga menata ulang pola mobilitas kota agar lebih ramah lingkungan. Kehadiran jaringan transportasi yang saling terhubung menjadi kunci agar peralihan dari kendaraan pribadi ke transportasi publik berlangsung konsisten.
Perubahan ini memperlihatkan bahwa masyarakat Indonesia tidak hanya menjadi pengguna layanan, tetapi juga pelaku transformasi mobilitas. Mereka memilih cara bertransportasi yang lebih efisien, sehat, dan selaras dengan kebutuhan kota modern. Jika tren ini berlanjut, dampaknya berpotensi besar bagi penurunan polusi, pengurangan kemacetan, serta meningkatnya produktivitas ekonomi nasional.*



