JAKARTA - Isu transparansi kekayaan pejabat publik kembali menjadi sorotan setelah Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, mengangkat kejanggalan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Pelaksana Tugas Direktur Utama Bank BJB, Ayi Subarna. Sorotan utama tertuju pada nilai kas yang dilaporkan, yang dinilai tidak sebanding dengan posisi strategis yang diemban.
Kas Minim, Jabatan Tinggi: Kombinasi yang Mengundang Tanya
Dalam laporan LHKPN tahun 2024 yang diunggah ke situs resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ayi Subarna mencatat total kekayaan sebesar Rp 2,16 miliar. Namun, dari jumlah tersebut, hanya Rp 25 juta yang tercatat sebagai kas dan setara kas—angka yang memicu pertanyaan dari CBA.
“Sekelas Plt Dirut BJB masa hanya punya kas atau tabungan Rp 25 juta? Jangan sampai Kang Dedi dibohongi, ini harus diusut,” ujar Uchok pada Kamis, 20 November 2025.
CBA menilai bahwa angka tersebut tidak mencerminkan likuiditas yang wajar bagi pejabat setingkat pimpinan BUMD besar. Dalam konteks tanggung jawab dan akses terhadap sumber daya keuangan, nominal tersebut dianggap terlalu kecil dan berpotensi menimbulkan dugaan ketidaksesuaian pelaporan.
Rincian Aset dan Jejak Kekayaan
Berikut komposisi kekayaan Ayi Subarna berdasarkan LHKPN 2024:
- Tanah dan bangunan: Rp 2.232.563.500
- Alat transportasi dan mesin: Rp 1.140.936.050
- Kas dan setara kas: Rp 25.624.910
- Hutang: Rp 1.238.334.687
Meski total aset tergolong besar, dominasi properti dan kendaraan menunjukkan bahwa sebagian besar kekayaan bersifat tidak likuid. Hal ini semakin memperkuat sorotan terhadap nilai kas yang dilaporkan.
Jika ditelusuri ke belakang, kekayaan Ayi menunjukkan tren peningkatan yang konsisten sejak 2012. Lonjakan signifikan terjadi pada periode 2021–2024, beriringan dengan promosi jabatan di Bank BJB.
Selain mempertanyakan validitas laporan, Uchok juga menyoroti pentingnya ketelitian dalam proses penunjukan pejabat strategis di lingkungan BUMD.
“Ada dugaan ketidakjujuran kalau melihat LHKPN-nya. Tentu pemerintah provinsi harus lebih selektif,” tegasnya.
Desakan ini ditujukan langsung kepada Gubernur Jawa Barat agar tidak hanya mengandalkan laporan administratif, tetapi juga melakukan verifikasi menyeluruh terhadap latar belakang dan integritas calon pejabat.
Ayi Subarna bukan sosok baru di Bank BJB. Ia telah menempati berbagai posisi penting, mulai dari pemimpin cabang di Jatinangor, Cimahi, dan Soreang, hingga menjabat sebagai pemimpin divisi sebelum dipercaya sebagai Plt Direktur Utama.
Namun, di tengah sorotan terhadap laporan kekayaannya, publik kini menanti penjelasan langsung dari Ayi maupun pihak Bank BJB. Sampai artikel ini ditulis, belum ada tanggapan resmi yang diberikan.*



