JAKARTA - Indonesia resmi mencalonkan diri sebagai Anggota Dewan International Maritime Organization (IMO) Kategori C untuk periode 2026–2027. Langkah diplomatik ini bukan hanya urusan ruang sidang antarnegara, tetapi juga cerminan komitmen Indonesia untuk menanamkan budaya dan pendidikan maritim hingga ke akar rumput dari pelabuhan besar hingga sekolah-sekolah rakyat di pesisir.


Sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, laut adalah halaman depan Indonesia. Namun untuk menjadi bangsa maritim sejati, laut harus hidup dalam kesadaran dan pengetahuan rakyatnya. Di sinilah pendidikan menjadi poros penting: membangun generasi muda yang memahami arti keselamatan pelayaran, menjaga lingkungan laut, dan menghormati para pelaut yang menjaga denyut ekonomi negeri.


IMO merupakan badan PBB yang bertanggung jawab atas keselamatan pelayaran (SOLAS), pencegahan pencemaran laut (MARPOL), standar pelatihan pelaut (STCW), dan kesejahteraan buruh maritim (MLC). Semua prinsip ini sejatinya bisa diterjemahkan ke dalam bentuk pendidikan rakyat dari pelatihan nelayan, kurikulum sekolah maritim, hingga kegiatan belajar di sekolah-sekolah pesisir.


Program-program seperti “Sekolah Laut” dan “Sekolah Rakyat Maritim” menjadi ruang di mana anak-anak dikenalkan pada laut bukan sekadar sumber penghidupan, tapi juga sumber pengetahuan dan masa depan. Dengan memahami etika berlayar, pentingnya menjaga biota laut, hingga teknologi kapal ramah lingkungan, mereka dipersiapkan menjadi generasi pelaut dan penjaga laut Indonesia.


Sejak bergabung dengan IMO pada 1961 dan aktif di Dewan sejak 1973, Indonesia telah menorehkan capaian penting. Implementasi Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok sejak 2020, serta penetapan Nusa Penida dan Gili Matra sebagai Particularly Sensitive Sea Area (PSSA) pada 2024, membuktikan keseriusan Indonesia menjaga keselamatan dan kelestarian laut.


Namun capaian ini tidak akan berkelanjutan tanpa dukungan generasi muda yang paham pentingnya tata kelola kelautan. Karena laut yang aman tidak hanya dibangun oleh peraturan internasional, tetapi juga oleh pengetahuan rakyat tentang lautnya sendiri.


Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menegaskan, Indonesia siap terus berperan aktif dalam membangun sektor maritim global yang aman, inklusif, dan berkelanjutan.

“Kami siap memperkuat peran IMO dan memajukan sektor maritim global melalui komitmen, kolaborasi, dan tindakan nyata. Mari bersama bernavigasi menuju masa depan maritim yang berkelanjutan dan berkeadilan,” ujarnya di Jakarta.


Pernyataan ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat tata kelola kelautan yang baik (good ocean governance), memperluas kerja sama internasional, serta mengembangkan sumber daya manusia maritim yang unggul dan berkarakter — mulai dari kampus pelayaran hingga sekolah-sekolah rakyat di pesisir.


Pencalonan Indonesia di Dewan IMO tidak hanya simbol diplomasi, tetapi juga momentum untuk memperkuat kesadaran maritim nasional. Melalui pendidikan, pelatihan, dan penguatan sekolah rakyat di wilayah pesisir, nilai-nilai maritim bisa tumbuh menjadi bagian dari karakter bangsa.


Laut bukan sekadar jalur perdagangan, tapi juga ruang belajar. Di sinilah anak-anak nelayan, pelajar maritim, dan masyarakat pesisir belajar tentang disiplin, keberanian, dan tanggung jawab menjaga bumi biru.


Keanggotaan Indonesia di Dewan IMO adalah peluang besar untuk membangun bangsa maritim yang sadar, cerdas, dan berdaulat atas lautnya sendiri. Pendidikan maritim baik formal maupun melalui sekolah rakyat menjadi fondasi agar laut bukan hanya sumber ekonomi, tetapi juga sumber ilmu dan karakter bangsa.


Dengan pengetahuan di tangan rakyat, Indonesia tidak hanya melangkah di forum internasional, tetapi juga berlayar menuju masa depan maritim yang berkeadilan dan berkelanjutan. ***