Menghapus Tiga Dosa Pendidikan Melalui Psikoedukasi: Program Kampus Mengajar 7 di SDN 2 Jangkungharjo
JANGKUNGHARJO - Dalam upaya menciptakan lingkungan pendidikan yang bebas dari intoleransi, perundungan (bully), dan kekerasan seksual. Program Kampus Mengajar Angkatan 7 menghadirkan kegiatan psikoedukasi di SD Negeri 2 Jangkungharjo. Kegiatan ini melibatkan guru, siswa, serta mahasiswa peserta program Kampus Mengajar sebagai fasilitator, dengan tujuan memperkuat sinergi antara pendidikan formal dan nonformal. (13/12/2024).
Kegiatan yang berlangsung di dalam kelas 6 SDN 2 Jangkungharjo ini bertujuan memberikan pemahaman kepada siswa dan guru tentang bahaya tiga dosa pendidikan, yaitu intoleransi, perundungan (bully), dan kekerasan seksual. Kepala Sekolah SDN 2 Jangkungharjo, Ibu Romiyatun, S.Pd., M.Pd. menyampaikan apresiasinya atas program ini. “Kampus Mengajar 7 tidak hanya membantu dalam proses belajar mengajar, tetapi juga membawa misi penting untuk membangun kesadaran tentang isu-isu yang relevan dengan perkembangan siswa,” ujarnya.
Sesi psikoedukasi ini diawali dengan pemaparan interaktif dari mahasiswa peserta Kampus Mengajar. Mereka menggunakan media kreatif seperti video, permainan edukatif, dan simulasi untuk memudahkan siswa memahami konsep toleransi dan empati. Selain itu, guru juga diajak berdiskusi tentang cara menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari kekerasan dan perundungan.
Tantangan nyata terkait tiga dosa pendidikan juga sempat disoroti dalam sesi diskusi. Salah satu kasus yang mencuat adalah adanya siswa yang kerap tidak menghormati guru, seperti berbicara kasar atau mengabaikan arahan, serta mengejek teman dengan panggilan yang merendahkan. Hal ini tidak hanya mengganggu proses belajar mengajar, tetapi juga menciptakan suasana kelas yang kurang kondusif. Melalui psikoedukasi ini, siswa diajak memahami dampak buruk dari perilaku tersebut dan pentingnya sikap saling menghormati demi terciptanya lingkungan sekolah yang nyaman dan penuh dukungan.
Salah satu Mahasiswa Program Kampus Mengajar 7, Nila Dwi Yanti, menyatakan bahwa program ini tidak hanya memberikan pengalaman bagi mereka sebagai penerus bangsa, tetapi juga membangun kesadaran kolektif di kalangan siswa dan guru. “Kami berharap kegiatan ini memberikan dampak jangka panjang, terutama dalam mengurangi kasus-kasus kekerasan dan perundungan di sekolah,” katanya.
Dosen Pendamping Lapangan (DPL), Ibu Yulinda, yang turut hadir sebagai narasumber, memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana ketiga dosa pendidikan dapat memengaruhi perkembangan mental anak. beliau juga memberikan strategi praktis bagi guru untuk mendeteksi serta mencegah tindakan intoleransi di lingkungan sekolah.
"Psikoedukasi seperti ini sangat penting karena mengajarkan kepada anak-anak bahwa mereka memiliki hak untuk merasa aman, serta kepada guru bagaimana peran mereka menjadi panutan yang mendukung pembentukan karakter siswa,” ujar Ibu Yulinda.
Acara ini mendapat respons positif dari peserta. Salah satu siswa kelas 6, Nafisa, mengaku senang dengan cara penyampaian materi yang menyenangkan dan mudah dimengerti. “Kami jadi tahu apa itu perundungan dan bagaimana menghentikannya, Perundungan itu kayak ngejek atau nyakitin teman, gitu. Itu nggak baik, bikin teman sedih.” katanya.
Dengan kegiatan psikoedukasi ini kami berharap dapat memberikan dampak jangka panjang, tidak hanya untuk siswa, tetapi juga bagi guru. Kami ingin semua pihak bekerja sama menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan mendukung potensi siswa. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membangun generasi yang lebih baik.