Lengger Calung Mau Dibawa Kemana? Pentas dan Diskusi Bareng Alumni SMKI/SMK Negeri 3 Banyumas
Oleh: Gading Nadaswara Kemilau Banyu Biru dan Sriyadi (Jurusan Tari, ISI Surakarta)
BANYUMAS - Ada semacam secercah harapan bagi seniman dan pekerja seni di wilayah Banyumas Raya. Setiap malam Rabu Kliwon secara rutin diselenggarakan pentas dan diskusi yang dimotori oleh Ikatan Alumni SMKI/SMK Negeri 3 Banyumas. Bentuknya semacam talkshow yang membahas berbagai hal tentang seni-budaya Banyumasan yang diselingi dengan pementasan. Yang menjadi narasumber para alumni, tokoh seni, tokoh budaya, pejabat pemerintah, politisi dan lain-lain. Diskusi dan pementasan itu ditayangkan secara livestreaming di channel YouTube SMK Negeri 3 Banyumas sehingga citizen maupun nitizen bisa berdialog langsung dengan narasumber.
Forum semacam ini sebenarnya bukan hal yang baru. Tetapi, yang perlu diapresiasi adalah konsistensi penyelenggaraan kegiatan yang dilakukan secara rutin. Memang sejak kurang lebih satu tahun ini SMK Negeri 3 Banyumas mengadakan pementasan livestreaming di channel YouTube setiap malam Rabu yang melibatkan seluruh Program Studi. Salah satu jadwal yang diagendakan adalah pementasan alumni yang kemudian diisi dengan diskusi dan pementasan yang bertajuk "Gendhu-gendhu Rasa Bareng Alumni."
Diskusi Lengger Calung
Pada malam Rabu Kliwon, 24 September 2024 dilaksanakan diskusi dengan tema, "Lengger-Calung Mau Dibawa Kemana?" Sebuah pertanyaan menggelitik yang jawabannya tidak sederhana. Hal ini karena dewasa ini keberadaan Lengger-Calung di Banyumas dan sekitarnya tengah mengalami keterpurukan. Tarian rakyat yang diiringi musik bambu dengan sajian gendhing-gendhing tradisi Banyumasan itu saat ini sudah semakin jarang ditanggap oleh masyarakat. Akhirnya, tarian lengger hanya sekedar menempel di pertunjukan-pertunjukan lain seperti wayang kulit, ebeg, atau orjen tunggal. Ini berbeda dengan yang dijumpai pada era tahun 1980-1990an, calung lengger menjadi primadona pertunjukan rakyat yang dapat disaksikan hampir setiap malam untuk memeriahkan berbagai macam khajatan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Satu hal yang memilukan adalah betapa penari lengger yang di masa lalu selain harus piawai menari juga harus pintar menyindhen, kini kebanyakan penari lengger hanya mampu menari tanpa memiliki kemampuan olah suara yang memadai. Kebanyakan generasi muda yang mempelajari lengger tidak melakukan secara totalitas. Mereka sekedar mempelajari tariannya tanpa mempedulikan tembang atau sindhenan yang seharusnya dikuasai oleh seniman lengger.
Fenomena mengenaskan lainnya adalah lengger yang disajikan secara lengkap dengan iringan calung hanya dijumpai untuk keperluan-keperluan formalitas pada acara- acara pemerintahan yang terjadi dalam jeda rentang waktu yang panjang. Dengan demikian, seniman yang berprofesi sebagai musisi calung maupun penari lengger banyak diantaranya yang harus rela kehilangan sumber pendapatan mereka. Untuk menyambung hidup harus memiliki pekerjaan lain seperti bertani, berdagang, atau bahkan jadi pengamen di perempatan-perempatan jalan atau dari rumah ke rumah.
Pada diskusi tersebut dihadirkan tiga narasumber yaitu Fendy Rudianto, SE., Rianto, S.Sn., dan Lili Kuswanti, S.Pd., M.Pd. Fendy Rudianto, SE adalah pejabat yang membidangi sektor kebudayaan, yaitu Kepala Bidang Kebudayaan pada Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas. Fendy menjelaskan bahwa Bidang Kebudayaan Dinporabudpar Kabupaten Banyumas telah menggelontorkan dana yang lumayan besar untuk pembangunan bidang kebudayaan, termasuk didalamnya untuk mengangkat kembali kesenian lengger yang kini terpuruk.
Rianto sebagai seniman lengger yang sudah keliling dunia memiliki tips penting untuk menjadi seorang seniman. Yaitu harus serius dan kreatif mengolah gerak, baik ragam gerak tradisi maupun kontemporer, untuk keperluan perform. Selain itu, juga harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan berbagai pihak baik di dalam maupun di luar negeri untuk menciptakan link dan jaringan kerja.
Sedangkan Lili Kuswanti yang merupakan Kepala SMP Negeri 1 Maos Cilacap menjelaskan tentang masa lalunya sebagai mantan penari lengger di era tahun 1980-an. Lili pernah menjadi penari kesayangan Bupati Banyumas, Djoko Soedantoko. Setiap ada acara penting di Kabupaten, Bapak Bupati tersebut selalu mengundang Lili untuk menari. Kini, setelah menjadi seorang pendidik sekaligus kepala sekolah, Lili berusaha mengaplikasikan kegiatan kesenian di sekolahnya. Melalui kegiatan ekstra kurikuler, dilaksanakan berbagai pelatihan seni tradisional seperti seni tari, calung, maupun gamelan. Harapannya kelak akan terlahir generasi penerus yang memiliki kemampuan unggul di bidang seni tradisional Banyumasan yang salah satunya adalah lengger.
Disajikan Tari Lobong Ilang
Pada kesempatan itu disajikan tari Lobong Ilang oleh Gandhes Rahina Divya Prawitasari, murid Sanggar Seni Sekar Shanty dari Banjarnegara. Tari Lobong Ilang adalah karya Yusmanto pada tahun 1997 yang merupakan pemadatan pertunjukan lengger semalam suntuk. Ada beberapa hal penting dicermati pada tari Lobong Ilang. Pertama, karya tari ini termasuk genre tari tradisi Banyumasan yang dapat dilihat dari ragam gerak tarian, alat musik yang digunakan, dan aransemen gendhing yang disajikan.
Ragam gerak tari Lobong Ilang bersumber dari gerak tarian pada sajian lengger Banyumasan yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi gerak mandheg dan gerak mlaku. Gerak mandheg adalah gerak berhenti, dilakukan dalam keadaan berhenti (tidak sambil berjalan atau bergeser) dengan memanfaatkan gerakan tangan, pinggul, dada, pundak dan kepala. Misalnya gerak geol, gedheg, seblak sampur, entrakan dan lain- lain. Sedangkan gerak mlaku (berjalan) adalah gerak tarian yang dilakukan sembil berjalan seperti yang dilakukan pada gerak lumaksana, tracet, loncat, dan sejenisnya. Sebagai penyambung antar gerak digunakan penghubung seperti ater-ater, siakan, singgetan, dan keweran.
Alat musik yang digunakan dalam sajian tari Lobong Ilang adalah seperangkat musik calung, yaitu alat musik khas Banyumas yang terbuat dari bambu. Sedangkan aransemen musikal yang disajikan adalah gendhing Lobong Ilang yang merupakan salah satu repertoar gendhing Banyumasan klasik. Dalam sajiannya, gendhing ini tidak disajikan secara utuh, melainkan diambil bagian-bagian tertentu yang memang dibutuhkan untuk keperluan sajian.
Kedua, pada tari Lobong Ilang dilakukan perubahan-perubahan elemen gerak dengan cara memperlebar volume gerak yang sudah ada, penciptaan ragam gerak baru dengan pola-pola tradisi, serta penguatan karakter gerak. Volume gerak pada karya tari ini relatif lebih lebar dibandingkan dengan sajian tari pada pertunjukan lengger. Dari awal hingga akhir sajian, bisa dikatakan penari senantiasa membuka ketiak. Penciptaan gerak baru terutama dapat dijumpai pada awal sajian yang dapat disaksikan pada saat penari menggunakan level bawah. Penari melakukan gerak tarian dalam posisi duduk simpuh berupa gerakan gedheg, ula nglangi, dan entrakan. Sedangkan, penguatan gerak dilakukan dengan menyajikan power gerak yang kuat dan gesit.
Ketiga, struktur sajian. Struktur sajian tari Lobong Ilang terdiri atas tiga bagian. Dibagian awal disajikan suasana lembut yang dilakukan dalam posisi duduk simpuh. Pada bagian tengah sajian berubah menjadi kenes dan lincah. Sedangkan menjelang berakhimya sajian, ditampilkan gerak tarian gagah yang diambil dari tradisi Baladewan pada pertunjukan lengger. Karya tari Lobong Ilang disajikan secara apik oleh Gandhes. Siswa SMP Negeri 1 Purwareja Klampok ini mampu menyajikan tarian dengan sangat memukau untuk ukuran anak seusianya. Power gerak tarian sangat kuat dan ekspresinya tampak total.
Jarang seorang siswa SMP memiliki kemampuan seperti dia. Tergambar dari tariannya sosok seorang lengger yang memiliki kemampuan menari dengan baik dan mampu memberikan daya pukau bagi penonton.
Meskipun menari tunggal di panggung yang luas dan dengan postur tubuhnya yang relatif kecil, Gandhes mampu membuat penonton hening menyaksikan dari awal sampai akhir. Penguasaan panggungnya sangat bagus. Sama sekali tidak terpengaruh oleh luasnya panggung dan banyaknya penonton yang rata-rata seniman. Dia pun mampu menciptakan fokus sajian, sehingga penonton terbawa arus suasana sajian dari awal sampai paripurna.
Masih Mencari Format
Secara umum diskusi berjalan menarik, tetapi belum mencapai permasalahan utama yang diuraiakan oleh Yusmanto sebagai host di awal acara. Hal ini karena, ketiga narasumber lebih berbicara sesuai latar belakang masing-masing, tidak mengeksplor berbagai permasalahan serius yang tengah dialami Calung-Lengger Banyumasan saat ini.
Apapun yang terjadi pada pementasan dan diskusi ini sungguh memberikan harapan baru terwujudnya tradisi diskusi seni di wilayah kultur Banyumas. Sejauh ini diskusi seni di wilayah ini masih sangat jarang dilaksanakan. Melalui kegiatan yang diinisiasi oleh Ikatan Alumni SMKI/SMK Negeri 3 Banyumas ini diharapkan dapat menjadi wahana untuk membedah berbagai persoalan tentang seni-budaya Banyumas di masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. Bahwa, keberadaan kearifan lokal yang tersaji dalam berbagai bentuk kesenian sungguh sangat membutuhkan kritik, saran, masukan, dan munculnya ide-ide brilian melalui forum dialog. Melalui kegiatan ini, diharapkan akan lahir pemikiran-pemikiran besar untuk kemajuan seni-budaya Banyumasan di kelak kemudian hari yang bermanfaat bagi eksistensi, karakter, dan identitas wong Banyumas di kancah kehidupan berbangsa dan bernegara. Di sisi lain, dalam usaha menjaga kemampuan ragam seni tradisional Banyumas di kancah perkambangan jaman sangat dibutuhkan pemikiran-pemikiran progresif dan inovatif untuk mewujudkan ragam seni-budaya yang semakin berkualitas, elegan dan memberikan kebanggan bersama.