Gerakan Mahasiswa dan Aktivis Luncurkan Seruan Perlawanan: Nawadosa Jokowi Harus Diadili!
SOLO - Sebuah pergerakan yang menggemakan suara perlawanan mengguncang ruang publik dan seni di Kota Surakarta. Di tengah hiruk pikuk dinamika politik yang tengah memanas menjelang Pilkada, sebuah forum terbuka dengan tema "Suara Pergerakan: Menilik Gerakan Mahasiswa Menghadapi Pilkada dan Nawadosa Jokowi" mempertemukan para aktivis dari berbagai generasi dan wilayah. (13/10/2024)
Acara ini bukan sekadar diskusi biasa—ia adalah titik temu dari gelombang kegelisahan dan keresahan yang telah lama membara di kalangan mahasiswa dan masyarakat yang menuntut keadilan. Mereka berkumpul bukan hanya untuk berbagi gagasan, tetapi untuk melawan dengan lantang apa yang mereka pandang sebagai pengkhianatan terhadap cita-cita bangsa. Di ruang ini, suara-suara yang selama ini dipinggirkan mendapatkan panggungnya, menyatukan tekad untuk melawan segala bentuk penindasan dan ketidakadilan yang mereka rasakan selama satu dekade terakhir.
Tokoh-tokoh pergerakan yang hadir mencerminkan keberagaman latar belakang dan semangat perjuangan. Dari Raafila Anbiya, pendiri Garis Juang Indonesia dan Klaten Muda Bersinar, hingga Alvin Nurfaiz Akbar, Wakil Ketua BEM Universitas Tidar sekaligus pendiri Ruang Juang Magelang—mereka mewakili suara-suara mahasiswa yang tak gentar menuntut perubahan. Bergabung pula Iqbal dari LBH Semarang, serta sejumlah aktivis veteran seperti Antonius dan Budi Taufiq (98 Solo) hingga Usman, seorang pejuang yang telah teruji sejak 1965. Tidak hanya dari Jawa Tengah, Rayhan (Dema UII Yogyakarta) dan beberapa perwakilan mahasiswa dari Yogyakarta pun hadir dalam kegiatan ini. Kehadiran mereka menjadi simbol perlawanan lintas generasi yang bersatu dalam tekad yang sama: memperjuangkan keadilan yang telah lama dirampas.
Acara dimulai dengan lapak baca—sebuah simbol bahwa perjuangan ini berakar dari kesadaran, dari literasi dan pendidikan yang membebaskan. Pembacaan puisi mempertegas bahwa perlawanan ini juga merupakan ekspresi jiwa yang tak lagi bisa dibungkam. Diskusi yang kemudian berlangsung penuh gairah, menyoroti betapa pemerintahan yang ada telah gagal memberikan keadilan yang diharapkan. Mereka membedah satu persatu kebijakan yang dianggap mengkhianati rakyat, menciptakan narasi baru tentang pentingnya keterlibatan mahasiswa dan masyarakat dalam perjuangan politik yang bersih dan berkeadilan.
Namun, acara ini mencapai klimaksnya dalam sebuah deklarasi kolaborasi perjuangan. Ketika elemen-elemen masyarakat, mahasiswa, dan aktivis dari Solo dan Magelang bersatu, mereka tidak hanya berbicara tentang masa depan—mereka menegaskan bahwa inilah saatnya bergerak. Kolaborasi ini bukan sekadar formalitas; ia adalah pernyataan perang terhadap segala bentuk penindasan yang mereka hadapi, baik dari rezim yang berkuasa maupun sistem yang kian menindas.
Dalam suasana yang tegang namun penuh semangat, hadirnya deklarasi ini memperkuat satu pesan utama: perlawanan harus dilancarkan. Diam berarti tunduk, dan tunduk berarti mengkhianati perjuangan. Dan dari kolaborasi inilah, babak baru dalam perjuangan panjang melawan penindasan dimulai.
PERNYATAAN SIKAP
Banjarsari, Surakarta, Tanggal 13 Bulan Oktober Tahun 2023. Kami dari komunitas Ruang Juang, Garis Juang, dan segenap elemen masyarakat yang menolak ditindas dan dizalimi, bersama ini menyatakan sebuah PERNYATAAN SIKAP!
Bahwa Presiden Joko Widodo telah mengkhianati cita-cita bangsa dan Pancasila dengan gagal mewujudkan keadilan, kesejahteraan, dan keamanan bagi rakyatnya selama 10 tahun masa jabatannya. Kegagalan tersebut dirangkum dalam sebuah kata "NAWADOSA" yang di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Perampasan ruang hidup dan penyingkiran rakyat
2. Kekerasan, persekusi, kriminalisasi, dan diskriminasi terhadap masyarakat yang menuntut haknya
3. Kejahatan kemanusiaan dan politik impunitas
4. Komersialisasi, penyeragaman, dan penundukan sistem pendidikan
5. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) serta tindakan perlindungan koruptor
6. Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) dan program solusi palsu untuk krisis iklim
7. Militerisme dan militerisasi dalam pemerintahan
8. Pembajakan legislasi yang menindas rakyat
9. Sistem perburuhan yang memiskinkan dan tidak berkeadilan
Kami menyimpulkan bahwa dosa-dosa yang terakumulasi selama 10 tahun ini merupakan perilaku yang biadab sehingga tidak bisa dilepaskan begitu saja. Maka dari itu, kami menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo harus diadili segera seadil-adilnya untuk bertanggung jawab atas semua dosa-dosanya.
Demikianlah pernyataan sikap ini kami sampaikan. Pesan kami, Lancarkan perlawanan, karena diam adalah pengkhianatan. (Juang)